Dari nyamuk jadi baigone (bukan merek loh hehe), dari kotoran sapi jadi bahan bakar methane (benar ga y?). Mengagumkan saat kita mampu mengubah sesuatu menjadi lebih berguna, atau membuat sesuatu yang 'wah' dari hal remeh yang tak terpikirkan sama sekali.
Aku duduk disini, memandang jalanan 'layo' yang mulai redup. Sebuah pemandangan yang tak banyak berubah, kantor lurah dengan plang papan 'POSYANDU SERUNI', warung gorengan, dan jalan beraspal dengan lalu-lalang kendaraan. Tapi apakah 'mereka' tak berubah sedikitpun? percaya atau tidak, selalu saja ada hal beda dari rutinitas pandangan saya di luar sana (dengan tempat duduk yang sama, waktu yang sama).
Balik lagi ke masalah nyamuk dan baigone/bygon, pemandangan saya tiap petang tadi adalah 'sampah' yang sedikitpun tak mampu saya buat menjadi cerita. Tapi sebenarnya otak saya yang 'sampah' kenapa ga mampu mengubah rutinitas tersebut menjadi inspirasi. Lalu saya melamun lagi, sambil gigit2 keyboard *boong kok heee... Saya bertanya mengapa otak saya tidak bisa mengubahnya menjadi sebuah ide atau inspirasi menarik?
Setelah lumayan lama mikir, inilah beberapa jawabannya (kek orang bego y, nanya ndiri jawab ndiri )
1. Terlalu meremehkan ide sederhana
Ketika saya mengamati rutinitas tiap petang di warnet ini, otak saya mengatakan bahwa ini adalah ide yang terlalu biasa dan menganggap bahwa ide-ide tersebut takkan mampu membuat sebuah cerita yang 'wah'. Lalu respon selanjutnya, setelah otak merendahkan ide sederhana adalah menumpulkan keingintahuan untuk mengorek ide-ide lainnya tentang itu, dan akhirnya alam bawah sadar saya membuatku mencari ide lain ketimbang ide-ide yang saya anggap biasa.
2. Standar ide yang terlalu tinggi
Semua orang mengharapkan yang terbaik, termasuk dalam pencarian ide. Sebagai penulis kita tentunya menginginkan sebuah cerita yang memiliki plot 'unik' dan disukai pembaca. tapi terlalu tinggi mengharapkan cerita yang sempurna juga akan membunuh kreatifitas kita dalam pencarian dan pengolahan ide. Serlah terlalu lama dalam pencarian ide kita juga akan dihadapkan peng-editan berulang-ulang (karena selalu saja menganggap ide kita tak sempurna). Jangan terlalu dipaksa untuk menemukan ide yang 'sempurna', bisa menjadi bumerang karena kita tak pernah mulai menulis lantaran memikirkan ide.
Itulah dua jawaban yang saya temukan. Kawan, setelah bertahun-tahun berhadapan dengan keyboard, ngajuin naskah cerpen ke media, ngirim opini ke majalah, atau ada yang sudah merampungkan novel dan mengajukannya ke penerbit, tapi kita masih jalan di tempat lantaran rasa malas dan alasan pembenaran karena belum menemukan ide yang 'menarik'?. Waktu kita tak banyak lagi, dan waktu tetap akan berjalan dan berlari tak peduli kita tidur atau menulis. Semoga mencerahkan, salam sok tau hehehe ^^