Aku menghindari pembuatan cerpen true story, sangat menghindarinya malah. Mengapa?
1. Karena aku tak suka
2. Karena itu mengungkung flexibelitas dalam bertutur
3. True Story yang kumiliki atau orang-orang di sekitarku, terlalu indah untuk digambarkan dalam bentuk paragraf, atau sebaliknya--tak berwarna sama sekali.
Ada banyak alasan lain yang tak bisa aku jelaskan, mengapa aku lebih memilih Fiksi daripada true story. Sepanjang kisah perjalanan menulisku, tak pernah aku mengikuti lomba true story. Lebih enak ngayal dan berimajinasi dan aku merasa lebih puas dengan itu.
Bagiku, true story memberikan batasan sekat yang harus kita titi, tak boleh melenceng sedikitpun, tak boleh didramatisasi, Karena jika itu dilakukan, maka kita tidak jujur dengan diri sendiri, tidak jujur dengan pembaca, dan pada pencipta. Itulah yang saya tidak bisa. Tiap kali menulis cerpen, saya selalu punya keinginan untuk punya konflik cerita yang 'wah', punya ide cerita yang unik, punya setting yang tak biasa. Dan bagi saya pribadi, hal-hal tersebut jarang sekali didapatkan dalam penggalan true story. Memang tak semua orang seperti saya. Banyak yang lebih suka true story karena dianggap lebih mudah.Dan tak semua true story tidak menarik, banyak yang lebih mencengangkan dari fiksi, serta memiliki daya hipnotis pada pembaca karena itu adalah pengalaman nyata yang dituangkan penulis.
Ga ada yang lebih baik, ga ada yang lebih buruk, 'they just diffrent' yah, mereka hanya berbeda. Tapi saya pernah membaca catatan seorang penulis, jangan pernah menulis novel true story, karena setelah novel pertama kelar.. maka isi perut novel tersebut telah dituangkan habis-habisan dalam novel pertama. Berimajinasilah, mainkan peranan daya hayal anda sebagai penulis. Dan jangan pernah memanipulasi 'true story' yang anda buat. Karena akan banyak pihak yang dirugikan.
0 komentar:
Post a Comment
komentar anda akan langsung muncul tanpa ada moderasi!! mohon untuk tidak menggunakan 'anonymous' ^^