Beberapa receh dan lembar rupiah terkumpul di sisa kantong bungkuspermen yang ia tadahkan di depan para penumpang. Suaranya telah terdengar serak meski masih merdu sampai ditelingaku, Tiga buah lagu ia lantunkan, mengalun sepanjang jembatan ampera dan sungai musi. Tubuhmungil bocah 8 tahun itu sesekali terhuyung kala harus menyelinap dipadat penumpang bis. Tangan kanannya masih memegang adiknya--cut yang masih kecil. Berusaha sekuat tenaga agar adiknya tak terlepas darigenggaman.
Kini bungkus permen yang ia sodorkan sampai di hadapanku, terdengar bunyi gemerincing dari bungkus itu, Mengikuti ayunan tangan amru. Tak sekilaspun ia menatap mataku, cut telah banyak menyita konsentrasinya, bahkan untuk memberi sunggingan senyum kecil kepada penumpang yang akan ia pintai.
"Seikhlasnya kak" suaranya serak menatapku
tak kuasa kualihkan pandang pada bocah itu, kumasukkan selembar rupiah di kantong permenya. bis kemudian berhenti mencari penumpang lain meski didalam sudah sesak dipenuhi penumpang dengan beraneka karakter. Amru cepat mengajak Cut turun, langkah mungil mereka tertatih keluar daripintu belakang bis.
Bis telah membawaku menjauh dari dua bocah lucu tersebut, masih bisa kutatap dari jendela kaca belakang, Amru mengusap jilbab kecil adiknya dan kemudian mengacak-ngacak kain putih tersebut. Hampir setiap miinggu kudengar lagu-lagu mereka. Kadang lagu lagu kesedihan, kadang lantunan keagungan tuhan, kadang kagu khas daerah mereka--Aceh dan kesedihan tsunami beberapa tahun lalu. dan setiap kali kudengar lantunan mereka, maka sepanjang sisa perjalanan palembang-inderalaya bayang mereka menemani lamunku.
***
Disalah satu siang saat aku tengah menunggu bis yang akan membawaku kembali ke inderalaya. mataku dan mata amru bertemu tatap, sementara cut sibuk memutar dan membolak balik kantong bungkus permen, berharap masih ada rupiah yang terlupa diambil kakaknya. amru tak asing lagi dengan wajahku, entah berapa puluh atau ratus kali aku mendengarkan ia melantun dengan gitar kecilnya. kemudian ia tersenyum.
"assalamu'alaikum kak" lembut tuturnya menyapaku dengan salam sambil menjabat tanganku
"waalaikumussalam" terperanjat saat dia menunduk dan mencium tanganku
"la dzuhur kak, belum nak sholat?" 4tahun di palembang dengan 1 tahun mengamen membuatbya fasih berbahasa palembang.
ajakannya mengiris hati, sudah beberapa bulan rutinitas melenakan hati. Hanya untuk sujud dihadapanNYA 5 kali sehari saja aku sering lalai.
"yuk kak" cut berteriak memanggilku
"naaaaaik" cut kegirangan saat kakaknya tak keberatan ia naikki. amru menggendong adiknya.
aku sedikit tergesa mengikuti amru yang sesekali jahil menakut-nakuti adiknya dengan tiba-tiba berlari dan berhenti mendadak. mereka tertawa,menikmati hidup yang terkadang kejam memisahkan hati mereka dengan hati ayah-ibunya...............
pelataran masjid menyaksikan kedua bocah tersebut. mereka berhasil menyentuh keping hatiku yang belum berpendar.
"kak, imam ye?" amru membentangkan sajadah sedikit lebih mundur dari sajadahku.
sementara cut masih ribet mengenakan mukenanya yang kebesaran,
aku menganggukkan kepala, mengisyaratkan kesediaan. meski masih ada rasa kebelumpantasan seorang 'aku' menjadi seorang imam.
dalam takbir, dalam ruku', dalam sujud, dan dalam salamku kucobabenar-benar menghambakan diri, berusaha agar ashar kali ini bermakna, bukan rutinitas biasa.
aku tak tau apa yang ada dibenak amru dan adiknya, hanya bisik kecil yang didengar hembus angin keluar dari bibir kedua bocah tu, mengikuti takbir dan al fateha dari sang imam.
mereka terlihat khusyuk melambungkan pinta pada penguasa kesempurnaan seusai sholat. bola mata amru terlihat teduh, lalu berkaca mengisyaratkan sedih, pengharapan, penyesalan, dan permohonan ampun dari do'a yang ia lafaskan.
semilir semakin dihembuskan angin panas kota, semakin mengiris hati sipeminta yang menengadah. rambut ikalnya tak sedikitpun bergeming diterpa semilir tadi. meski kemudian kepalanya semakin menunduk menggapai kedua telapak tangannya sendiri, lama.... ia menutup wajahnya dengan kedua tangan yang tadi ditengadahkan. lalu... perlahan isaknya terdengar, meski samar, meski pelan dan begitu menyayat empati. kudekappundaknya, membelai rambut ikalnya, merasakan dan menenangkan,,
tangispun pecah menyapa tiap sudut yang dilalui semilir tadi.....
Lama kutenangkan tangisnya, sampai akhirnya airmata itu tak lagi menetes. Etah telah reda atau memang tak ada lagi yang tersisa untuk diteteskan. perlahan bocah itu mulai terlihat bisa menenangkan diri,meski masih tergurat sedu sedan di sela nafasnya yang belum teratur.Ibu jariku tak tega membiarkan air matanya tetap membekas dikedua pipi itu. Dan empatiku tersentuh untuk menyingkap ‘perih’ yang ia dekap.
“Ngapo dek?” seldikku, mencoba menyelami keresahan dan kesedihan itu.
“Dak apo-apo kak”
Amru masih mendekap erat perih yang ia rasa, tak sepatahpun dibiarkannya aku tahu perih itu. Lalu perbincangan terputus sampai disitu, ia beranjak mengambil AL-Qur’an dan mulai mendendangkan ayat-ayat indah. Hampir setengah jam kalimah suci ia lantunkan,mengubah sedu sedan menjadi senyum dan ketenangannya. Pun menenggelamkan jiwa seperti jiwaku. Tenggelam kedalam hanyut dan berubah lagi menjadi sedih dan peyesalan.
Kini aku yang terunduk mendekap perih, meski perihku tak seperih Amru.Ar-Rahman yang tengah ia lantunkan sekarang, terus berulang menggarisi hati. Mengingatkan ingkarku pada syukur. Kelimpahan anugrah yang terpandang remeh, seperti kebahagiaan yang tak pernah terkecap oleh bocah-bocah kecil yang tiap harinya mendendangkan lantun demi hidup yang harus tetap mereka perjuangkan.
Lamunku melayang, mengingat masa kecil yang tak sekeras Amru. Tak mesti terpisah dengan kedua sosok yang merawat dan membesarkanku. Tak mesti bersusah payah mencari nafkah, menjaga adik yang masih sebocah itu. Bisasebebasnya mengenyam pendidikan, atau bahkan kehilangan waktu bermain yang semestinya menjadi hakku. Ah… betapa tegar kau jalani idup,Amru..!!!!
“Kak, kami balik dulu ye…!!! Suara cut membangunkan lamunku.
“Eh.. emm iyo, ati-ati be yo” jawabku sambil mengelus kepala Cut.
Mereka berlalu meninggalkan aku dan lamunanku yang kembali melayang,menyesali betapa seringnya aku bertengakar dengan adik-adikku.
bersmbung
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
komentar anda akan langsung muncul tanpa ada moderasi!! mohon untuk tidak menggunakan 'anonymous' ^^