Manja kau mendekat, duduk disampingku yang sedang menikmati hujan dengan secangkir puisi. Dan ... kau mulai memcah musik rintik di atap rumah kita, membelahnya dengan sebuah tanya "Mana yang lebih kau sayang? Aku? atau Puisi?"
Jeda sesaat, hujan mendadak turun dengan gerak lambat dan putus-putus.
"Puisi." Aku tersenyum, dan kau pergi meninggalkanku, tanpa pernah TAHU, bahwa puisiku adalah ... kamu.
***
Aku mendekatimu yang sedang menunggu kereta, aku TAHU, diam-diam kau membeli sebungkus puisi sebelum kau tiba di stasiun ini. Kekesalanmu memberiku kekuatan untuk mengubah diriku menjadi orang asing di mata yang kau punya. Duduk di sampingmu. Meletakkan sebungkus puisi yang kuracik sendiri, aku TAHU ini puisi kesukaanmu, bahkan sama persis dengan yang kau beli tadi.
Kau diam, ketika kubaca setengah bait pertama. Tatap matamu mengisyaratkan bahwa kau tak rela puisi ini terbagi. Lantas, kau menghabiskan setengahnya lagi. Kubaca setengah lagi, kau lanjutkan. begitu seterusnya. Hingga tersisa satu kalimat terakhir, aku memotongnya dua. Menyerahkan setengahnya padamu.
Aku TAHU, kau menggerutu. Hingga kereta tiba, dan kita kembali terpisah.
***
Seorang wanita menatap kosong di salah satu kursi penumpang kereta, matanya menghangat. Tangan mungilnya masih menimang-nimang sebungkus puisi utuh. "Bodoh, tadi ... bukan puisiku!"
Terlambat, kereta telah sangat jauh membawamu tersesat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
komentar anda akan langsung muncul tanpa ada moderasi!! mohon untuk tidak menggunakan 'anonymous' ^^