Jujur, saya sangat jarang sekali membaca novel, cerpen, puisi atau apapun yang berbau Surealis. Dan hari ini, saya mendapatkan pencerahan, bahwa aliran ini memiliki daya pikat tersendiri. Berikut saya kabarkan pada kalian beberapa ilmu yang saya dapat di kelas cendol (Sebuah ajang diskusi online tentang kepenulisan).
Inilah surealis, sebuah gerakan (termasuk dalam sastra) yang pada awalnya lahir dari dunia mimipi dan alam bawah sadar. Maka tak heran karya surealis selalu menghadirkan cerita-cerita yang aneh, ganjil dan irasional.
-Agus Linduaji-
Dengan ilmu saya yang masih sempit tentang aliran ini, plus referensi yang sangat tidak memadai yang saya miliki. Saya mencoba menafsirkan. Bahwa aliran ini membutuhkan 'kesabaran dan kegigihan' extra untuk bisa memahami apa yang dimaksud dari cerita surealis. Membutuhkan ilmu dan daya hayal yang juga luar biasa bagi penulis untuk membuat karya surealis yang menarik. Kalau boleh saya simpulkan, kebanyakan penulis surealis adalah orang yang 'gila'. Orang yang berfikir tidak wajar dari orang kebanyakan seperti saya. Sehingga melahirkan karya-karya yang ganjil, bahkan tabu.
Jika dikatakan bahwa Surealis berawal dari mimpi dan hayalan. Maka aliran lain juga bisa dihayalkan bukan? tapi aliran ini memaksudkan 'mimpi dan hayalan' tadi bukan seperti mimpi dan hayalan aliran lain. Jika fantasy lebih 'mendongeng' maka surealis lebih 'real' tapi tetap tidak masuk akal *nah loh, bingung kan? sama hehe. Surealis lebih mengkritisi, menggugat, blak-blakan, bahkan cenderung menggunakan bahasa yang apa adanya. Meski tetap susah dipahami.(tergantung pembacanya, bagi orang awam seperti saya mungkin saja susah, tapi bagi surealis-holic bisa jadi sangat mudah mencernanya)
Surealis itu aneh. Bagaimana mungkin seorang pengemis bisa menjadi patung karena terlalu lama berdiri? Bagaimana mungkin seorang ibu melahirkan burung gagak?
Entahlah ah, bingung.
Source: Jum'at cendol, 22 juli 2012: menulis surealis. di diskusi fiksi.menulis fiksi. membaca fiksi. (Universal nikko+mayokO aikO)
My rating: 3 of 5 stars
Saya bingung, ini novel apa 'provokator' yak? haha.. kok 'ngomporin' mulu kerjaannya. Novel ini seakan ga henti-hentinya bilang: "Masihkah kau tetap disini? tanpa pernah mengetahui keindahan bumi kita dengan mata dan hatimu sendiri? Lihat Raja Ikhsan, Lihat Mareta, Lihat Faras.. tak inginkah kamu seperti mereka?"
Penasaran, itu adalah magnet yang menarik untuk terus membuka tiap halaman dari novel ini. Mengapa Faras rela berpetualang menyeberang pulau--mencari Raja Ikhsan, (Ah, ini pasti tentang cinta ... pasti! nebak-nebak ah). Aku seolah tak peduli pada paragraf-paragraf yg terlalu narative, aku penasaran pokoknya. Aku tak peduli pada penceritaan masa lalu yang bertele-tele, aku hanya ingin tau mengapa seorang jilbaber yg kutu buku, mau mati-matian 'mengejar' seorang pria sinis dan tak pernah menghargai perempuan kecuali ibunya. (Ah, rasanya ini bukan hanya tentang cinta, atau bukan tentang cinta sama sekali).
Yang luar biasa dari novel ini adalah penokohan yang begitu kuat. Faras yang religius, polos, cerdas, dan teramat baik. Ikhsan yang sinis, pendendam, cuek, dan sangat egois. Serta Mareta yang easy going, bebas, dan ga mau ambil pusing. Ketiga tokoh utama yang secara bergantian menjadi '1st narator' dalam buku ini, sama-sama memiliki keinginan untuk menjelajah tiap sudut indah di bumi.
Settingnya juga sangat detail, jelas sekali.
Bagiku, novel ini mengangkat ide cerita yang tidak sesederhana ceritanya. Menceritakan tentang Faras yang tak pandang bulu dalam memberikan kebaikannya, serta mengabaikan pemilahan tentang 'orang seperti apa yang harus ia jadikan sahabat?' Sebuah ide cerita yang bagiku luar biasa.
Jika dikatakan novel ini 'renyah' saya sepakat. Penulis seolah-olah ingin tiap katanya bisa dicerna tiap kalangan. Andai saja novel ini tidak menyelipkan dialog-dialog 'wow' saat Faras dan ikhsan berbicara, mungkin saja novel ini akan terasa sedikit 'terlalu renyah'.
Novel inspiratif. Terutama bagi backpacker, Traveler (apa travelista yak, entahlah ga tau), dan para sahabat yang masih memilah-milah tentang orang mana yang lebih pantas menerima 'persahabatanmu'.
View all my reviews
Okeh, tidak usah berpanjang lebar pembukaannya.. langsung masuk ke 'biji' nya. Jadi gini nih, Orang cakep yang nulis ini ternyata punya dua akun FB (lah trus? hebat gitu haha). Yang satu buat seluruh teman dunia maya, siapapun kenal ga kenal bisa saya add atau confirm (kecuali kalau fb orang yg add saya, telah saya ketahui itu adalah fb fiktif). Nah, yang satunya lagi nih, cuma untuk orang-orang yg benar2 saya kenal. FB pertama termasuk akun yg lebih sering saya gunakan dari FB kedua. Kenapa? karena ternyata jumlah teman fb yang banyak akan berbanding lurus dengan jumlah komen dan jumlah orang yang mau diajak chat. :)
Dan hari ini, entah ada jin dari mana yang menggerakkan hati untuk membuka FB kedua. Benar seperti dugaan saya. Hanya ada 5 orang teman yang online, dan saat apdet status pun, ga ada yang komen (nasebb nasebb,, ketauan banget ya kalo manusia itu emang butuh diperhatiin.. salah satunya kepengen status Fbnya di komen wakaka). Jadi gini, kita anggap saja menulis status fb adalah pekerjaan 'berbicara' dan menulis koment di status orang adalah pekerjaan 'mendengar'. dan yang terakhir, ngintip2 profil orang kita anggap pekerjaan 'mengamati' haha.
Seperti ada sesuatu yang menyadarkan saya, bahwa kadang kita harus 'mendengarkan'. Memahami orang lain, menyaring tiap sari kebaikan dan membuang hal-hal negatif dari 'pembicaraan' orang2 di fb. Bagi sebagian orang 'mendengarkan' adalah sesuatu yang sangat susah dilakukan. Menurut saya, itu hanya masalah kebiasaan dan kekurang-pekaan saja. *salam sok tau. :P
Malam, kali ini aku hanya akan bercerita tentang dua mata.
Pada gelapmu yang hampir habis diambil subuh, aku akan menghabiskan bergelas kopi. Memindai lamun masa lampau menjadi benang-benang kenang. Kenang tentang apa? Tentang kamu dan dua mata.
Malam, kali ini... aku janji hanya kali ini. Aku akan berlama-lama dengan insomnia. Boleh?
Pada purnama yang kau sajikan di hari ke empat belas, aku takkan meneguk setetes air putihpun. Aku ingin tetap terjaga. Itu saja. Karena aku merindu degup jantung yang berdebar, memikirkanmu dan dini hari yang hampir menjemput kita dengan sebaris kata 'PISAH'.
Ada jutaan embun yang setia turun sebentar lagi. Menemani kita dengan dingin yang nyaris sama dengan hari-hari sebelumnya. Meski kali ini, kau memaksa menghadiahkan dua matamu untuk kunikmati terakhir kalinya. "Inilah cinta, dan seperti inilah semestinya cinta mengajarkan ketulusan, tanpa pamrih, dan apa adanya" kau menggamit tanganku, meski gerimis telah datang perlahan di hati yang begitu rentan dan rapuh. Gerimis tentangmu yang tak lagi sama seperti dahulu.
Ah, malam. Pada hitammu yang telah berubah menjadi perak--matahari yang semena-mena. Kita akan berpisah secepat ini.
Aku belum mau tidur.. BELUM MAU.
Ceritakan lagi, dongengkan lagi.. tentang mata dan jangan pergi.