Apa gunanya menjadi seorang yang angkuh? Selain 'kepuasan' sendiri, tak ada jawaban lain yang bisa saya hadirkan sebagai pertanyaan pembuka diatas. Sebegitu susahkah menjadi humble? Ya, sangat susah, jika kita menganggap diri begitu sempurna dalam banyak hal, padahal kita takkan benar-benar sempurna. Tapi tahukah kita? kalau menjadi pribadi sederhana dan rendah hati adalah sebuah 'kebahagaian' tidak hanya bagi kita pribadi, tapi juga bagi sosial.
Sekarang, mari kita belajar menjadi humble, karena dengan begitu, kita bisa menikmati 'kebahagiaan' seperti yang disebutkan sebelumnya.
A. Jujurlah dalam 'mengevaluasi' diri kita sendiri
Jika kita merasa 'lemah' dalam beberapa hal, akui saja, itu akan membuat kita berhenti mendebatkan hal-hal sepele yang merugikan. Dan berusahalah menjadi manusia yang lebih manusia dengan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Terima diri kita apa adanya, maksimalkan apa yang telah diberikan dengan tidak terlalu memaksakan diri menjadi 'the best' dalam segala hal. "No matter how talented You're, there's almost always somebody else who can do something better then you". Mengenali kelemahan, bukan berarti merusak mimpi-mimpi, atau berarti menyerah mengembangkan hal-hal baru dalam penunjang existensi.
Tentu saja, ada hal-hal prinsip yang tidak boleh diabaikan. Ada ranah-ranah tertentu yang mesti anda pertahankan sampai mati.
B. Bagaimana dengan 'kesalahan' kita?
Dalam banyak kasus, 'menghakimi' orang lain memang lebih mudah daripada menyadari dan menghukum kesalahan kita sendiri. Sederhana saja, bagaimana kita bisa humble, jika kesalahan kita sendiri saja tidak tahu. Mulailah untuk meredam nafsu untuk terus-menerus menghakimi orang lain atau yang lebih parah lagi, mencari-cari kesalahan orang lain. Sebaliknya, belajarlah untuk terus menerus mencari apa kesalahan kita tiap harinya, agar bisa membelajarkan orang lain ketika menghadapi kesalahan sama yang telah kita lakukan, bukan menghakimi.
Bayangkan jika kita dalam keadaan berbeda. contoh sederhana, jika kita berhasil menjadi penulis terkenal, tentu saja ada banyak pujian yang mendatangi, tapi bayangkan juga jika anda adalah penulis yang terus menerus ditolak naskahnya oleh penerbit, berusaha menerbitkan sendiri tapi gagal di pasaran (kesian banget euy,, hehehe *ups, stay humble... wkwkwkw kidding)
C. Mengapresiasi orang lain
Menghargai bakat dan kualitas orang lain. Sadar kalau tiap orang terlahir berbeda. Kita masih bisa mengungkapkan 'like or dislike' (kek status pesbuk, pake laik dis yo..) tapi jauhkan pendapat anda dari 'ketakutan' berusahalah se-objective mungkin.
Berhenti membandingkan kita dengan orang lain, maka kita bisa leluasa menikmati apa saja, tanpa harus harap-harap cemas akan disaingi orang lain.
D. Jangan takut berbuat salah
Salah satu begian terpenting dari menjadi rendah hati adalah mengerti kesalahan, dan jangan takut, karena ketika kita begitu ketakutan berbuat salah maka kita akan selalu berusaha menutpinya ketika itu benar-benar terjadi. Mengertilah kalau orang lain juga akan berbuat salah suatu saat nanti. Jangan takut atas 'hukuman' yang diberikan orang lain, anggap itu pembelajaran, jadi untuk apa didebatkan kalau kita emang salah.
B. Others
Lihat apa yang dilakukan Tuhan, ada banyak keajaiban yang tak mungkin kita lakukan, jadi apa yang bisa kita angkuhkan?
Membantu sesama, buat tiap manusisa sejajar dimata kita, bantu mereka dan kita akan merasakan bagaimana cara menghormati mereka.
Berusaha jadi lebih 'gentle'
semoga kita bisa lebih humble, :) maaf kalo ada yang kurang pas tips nya... tetap saling mend'oakan dan mengingatkan sesama, bahwa keangkuhan jauh tak berguna dari kesederhanaan dan rendah hati.
Safri, dahulu waktu SMA saya pernah bertanya pada teman asrama tentang arti nama ini. Berhubung dia lulusan pesantren mungkin background pemikirannya ke arab-araban, maka dia mengartikan nama saya sebagai 'perjalanan jauh' diambil dari kata safir atau musafir (hehe nebak-nebak doank sih).
Saya emang bukan orang yang mudah percaya ama mitos atau hal-hal mistis yang belum pasti kebenarannya. Di telapak kaki kanan saya ada tahi lalat gede, kata orang sih bakal jalan jauh atau suka jalan. Dan emang bener saya termasuk orang yang suka bepergian, meski perjalanan terjauh hanya sebatas pariaman--sumbar. Tapi kesukaan tersebut bukan karena tahi lalat, tapi lebih karena emang saya suka.
Sabang (kilometer 0) mungkin adalah salah satu tempat yang bakal jadi destinasi selanjutnya, lalu lombok--tempat ini digambarkan begtu indah oleh teman maya saya beberapa tahun yang lalu, dan ia berhasil 'mendoktrin' kaki ini untuk kembali berjalan jauh (meski, teteup euy naik bus atau kendaraan, kl bener2 jalan kaki bisa gempor), Sulawesi--entahlah pulau ini berhasil menarik kutub-kutub tujuanku selanjutnya, mungkin karena disana banyak pantai dan kultur budaya yang bagiku sungguh berbeda dengan melayu sumatra.
Safri, ternyata bukan perjalanan jauh, ia hanya singkatan dari sya'ban dan april. Safri, sungguh juga adalah keinginan yang bercampur menjadi obsesi untuk menjejak tiap jengkal terindah di bumi ini. Dan mungkin suatu saat kelak, aku akan pergi ke anfield di mercyside liverpool, eifel paris, mekkah dan lain sebagainya. aamiinn *khusyuk sambil mejemin mata