Postingan kali ini saya coba ngebahas seluk beluk konflik dalam sebuah naskah fiksi; bisa jadi cerpen atau novel. Cerita yang baik hendaknya membangun runtutan konflik dari awal cerita, lanjut hingga kata tamatnya. Sastrawan Udo Z Karzi menjelaskan, salah satu kelemahan dalam penulisan cerpen adalah kemampuan penulis untuk mengolah konflik sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan (suspence) dalam cerpen. Pada ngga mau kan cerpen atau novelnya dibilang hambar? iya, hambar karena konfliknya kurang tertata dengan baik.
Mengapa sebuah konflik hambar?
1. Karena konsep ide cerita yang kurang mendukung
Terlalu memaksakan memilih tema yang sangat sulit anda kembangkan, sehingga ketika kita mulai menulis. Ide-ide terasa berhenti ngalir--butuh energi extra untuk itu. Jika anda termasuk seorang penulis pemula seperti saya, maka memilih tema yang terlalu 'unik' justru akan membunuh kreatifitas kita dalam membangun plot dan konfliknya. Berbeda dengan penulis-penulis kawakan yang sudah terbiasa mengubah hal-hal remeh menjadi cerita yang sangat menarik dan 'mengejutkan'. Saran saya, sebelum memulai menulis serpen atau novel ada baiknya pemilihan tema disesuaikan dengan ketertarikan, kapabelitas, dan level kreatifitas anda. Let's let it flow. Perlahan, kita sama-sama menjadi penulis hebat.. yang degan mudahnya mengubah sebuah ide-ide biasa menjadi sebuah cerita yg mengandung konflik 'berkualitas'
2. Perencanaan Outline cerita yang kurang matang
Kerangka karangan anda belum sistematis dan detail, lagi-lagi banyak diantara kita mengabaikan kerangka karangan (outline), sebagian menganggap outline adalah mesin pembunuh kreatifitas dalam berimajinasi, syah-syah saja beranggapan seperti itu, Asalkan ditengah-tengah menulis cerpen/novel anda bisa tetap fokus tanpa adanya outline si penunjuk arah.
Lantas apa hubungan outline sama konflik? gini deh, kerangka karangan akan membantu anda dalammenata cerita--pun konflik-konflik di dalamnya. Nah, ketika mandeg dan daya imajinasi kita habis, maka outline membantu memori kita mengembangkannya ulang.
3. Kurang membaca, Minim ilmu
Bagaimana kita mau membangun sebuah cerita yang baik dengan konflik yang mendukung untuk itu, jika pengetahuan kita sedikit. Diperlukan banyak pengetahuan untuk membuat sebuah cerita, misalkan anda mau menceritakan seorang agen rahasia amerika, tapi anda tak tahu bagaimana tehnik-tehnik spionase, tak tau nama-name agensi dinas rahasia, dll. lantas bagaimana konflik tersebut akan terbangun dengan baik?? Yah, seorang penulis hendaknya adalah seorang pembaca yang baik, penonton televisi yang proporsional memilih chanel dan program acara, seorang pendengar radio, intinya otak kita harus diisi bukan hanya tentang dunia literasi.. tapi juga pengetahuan-pengetahuan lain yang mendukung usaha kita mengembangkan sebuah cerita.
3. Kurang membaca, Minim ilmu
Bagaimana kita mau membangun sebuah cerita yang baik dengan konflik yang mendukung untuk itu, jika pengetahuan kita sedikit. Diperlukan banyak pengetahuan untuk membuat sebuah cerita, misalkan anda mau menceritakan seorang agen rahasia amerika, tapi anda tak tahu bagaimana tehnik-tehnik spionase, tak tau nama-name agensi dinas rahasia, dll. lantas bagaimana konflik tersebut akan terbangun dengan baik?? Yah, seorang penulis hendaknya adalah seorang pembaca yang baik, penonton televisi yang proporsional memilih chanel dan program acara, seorang pendengar radio, intinya otak kita harus diisi bukan hanya tentang dunia literasi.. tapi juga pengetahuan-pengetahuan lain yang mendukung usaha kita mengembangkan sebuah cerita.
0 komentar:
Post a Comment
komentar anda akan langsung muncul tanpa ada moderasi!! mohon untuk tidak menggunakan 'anonymous' ^^